Selasa, 17 Maret 2009

MENUJU PENDIDIKAN YANG RELEVAN DAN BERMUTU

I. PENDAHULUAN

Pendidikan adalah masalah bagi setiap orang. Setiap kali selalu saja muncul berbagai keluhan tentang pendidikan, baik kurikulumnya, sistemnya, tenaga pendidiknya, dan sebagainya. Setiap orang selalu menuntut dan menginginkannya lebih. Tidak mengherankan karena pendidikan harus berubah seiring dengan perubahan zaman dan perkembangan teknologi. Sebaliknya, kedua hal ini pun sangat terkait dengan hal yang pertama. Dari berbagai keluhan dan ketidakpuasan, sebenarnya terungkap satu keinginan yang sama yaitu Pendidikan Nasional yang sesempurna mungkin untuk menghasilkan manusia-manusia Indonesia yang cerdas, terampil, berkepribadian Indonesia dan patriotic.

Adalah satu tantangan besar bagi para pemikir, perencana dan pelaksana pendidikan untuk merencanakan dan mengembangkan system pendidikan nasional yang relevan dengan tuntutan masyarakat yang sedang membangun. Tuntutan masyarakat akan pendidikan yang bermutu dan relevan telah mengisi pemberitaan dan pembicaraan diberbagai kalangan yang berkepentingan terhadap usaha peningkatan mutu dan relevansi pendidikan.

Kemudian, mencerdaskan kehidupan bangsa juga merupakan salah satu misi berdirinya Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang 1945. Diletakannya usaha mencerdaskan bangsa, di samping memajukan kesejahteraan umum, melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasrkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social, dapat diartikan sebagai adanya pandangan dasar para pendiri republic bahwa kurangnya kecerdasan diantara bangsa Indonesia sebelum kemerdekaan merupakan salah satu factor yang memungkinkan bangsa Indonesia dengan mudah dipecah belah dan dikuasai oleh kaum penjajah yang jumlahnya sedikit dan datang dari negeri yang jauh, untuk jangka waktu berabad-abad. Juga timbul kesadaran bangunan Negara Republik Indonesia tidak mungkin lestari dan maju tanpa didukung oleh manusia-manusia yang cerdas. Karena itu pula nampaknya, betapa pemerintah Republik Indonesia sejak proklamasi kemerdekaan, telah memberikan tekanan kepada kebijaksanaan perluasan kesempatan memperoleh pendidikan bagi seluruh rakyat.

Sorotan pada umumnya ditujukan kepada keraguan tentang kemampuan para lulusan untuk terjun ke masyarakat dan mengikuti pendidikan yang lebih tinggi. Atau dengan kata lain, sorotan terutama ditujukan kepada masalah relevansi pendidikan dengan tuntutan masyarakat.

II. MENUJU PENDIDIKAN NASIONAL YANG RELEVAN DAN BERMUTU

A. Sekolah Adalah Lembaga Pendidikan Yang Secara Potensial Memiliki Peranan Paling Strategis

Setiap masyarakat memiliki harapan tentang kemampuan, sikap dan berbagai nilai yang harus dimiliki para anggotanya. Pendidikan adalah proses yang diharapkan mampu menumbuhkan dan mengembangkan segala kemampuan, sikap, dan nilai tersebut. Akan tetapi, disadari adanya keterbatasan lembaga pendidikan sekolah. Sekolah hanyalah satu dari berbagai lembaga pendidikan yang dapat mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan generasi muda menuju kekedewasaannya. Keluarga, lembaga pendidikan agama, organisasi politik, pusat-pusat kesenian dan hiburan, media masa, pergaulan dengan sesama, dan sesama masyarakat adalah berbagai lembaga dan situasi social yang dapat mempengaruhi perkembangan generasi muda. Diantara kesemuanya itu, sekolah dipandang sebagai lembaga social yang dapat direncanakan dan diawasi proses pengaruhnya. Dalam hubungan itu diterima pandangan tentang sekolah sebagai suatu lembaga social yang diberi tugas untuk mengabdikan dirinya kepada proses belajar mengajar dengan tenaga pengajar khusus, dengan fasilitas fisik khusus, dengan alat pendidikan, dengan kurikulum dan tujuan pokok yang dirumuskan secara tegas dan rasional.

Dalam hubungan ini, penulis memandang bahwa sekolah adalah bagian fungsional dari keseluruhan kehidupan masyarakat. Ia tidak menentukan arah perkembangan masyarakat, tetapi ikut menentukan dan memberikan sumbangan bagi perkembangan masyarakat melalui manusia terdidik yang dilahirkan dengan kemampuan dan sikap yang serasi dengan harapan pembangunan. Sekolah memperoleh peranannya dari masyarakat. Atas dasar tersebut sekolah merupakan lembaga yang secara potensial paling strategis bagi pembinaan generasi muda. Digunakannya istilah potensial tidak lain karena sekolah tidak dengan sendirinya memiliki kemampuan, melainkan sekolah perlu dibina dan direncanakan secara sistematis dan sistemik untuk dapat melaksanakan peranannya.

Masyarakat yang sedang berkembang memiliki beberapa ciri antara lain, masyarakat itu berada pada tingkatan yang berbeda dengan keadaan yang dicita-citakan. Masyarakat itu sedang mengubah diri, sedang memperbaharui diri, berusaha meninggalkan segala pranata social yang dianggap menghambat tercapainya tujuan. Masyarakat yang sedang membangun adalah masyarakat yang ingin meninggalkan segala kebiasaan dan tradisi yang telah menyebabkan kemelaratan, menuju masyarakat baru yang dapat dijadikan landasan bagi tumbuhnya tata kehidupan yang dicita-citakan. Oleh karena itu, kita mengenal dalam kerangka pembangunan nasional Indonesia istilah membangun masyarakat seluruhnya dan manusia seutuhnya. Kitapun, sejak proklamasi kemerdekaan mengenal cita-cita untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

B. Sistem Kurikulum Adalah Unsur Strategi Yang Menentukan Dapat Berperannya Sistem Pendidikan Sekolah Secara Relevan, Efektif Dan Efisien

Hal yang esensial dari suatu lembaga pendidikan sekolah adalah terjadinya proses belajar. Gedung, guru, sarana pendidikan dan berbagai fasilitas pendidikan lainnya tidak akan berarti tanpa adanya suatu proses belajar yang direncanakan untuk mencapai tujuan pendidikan yang dibebankan pencapaiannya oleh lembaga pendidikan lembaga pendidikan sekolah. Semua instrumental inputs hanya berarti sepanjang menunjang terlaksananya proses belajar yang relevan dan berkualitas. Proses belajar yang berkualitas dan relevan tidak dapat terjadi dengan sendirinya, melainkan perlu direncanakan dan deprogram.

Dimensi pertama dari system kurikulum adalah tujuan pendidikan yang dibebankan pencapaiannya kepada pendidikan sekolah. Ditekankan disini istilah yang dibebankan pencapaiannya kepada sekolah mengingat bahwa sekolah perlu dibatasi tanggungjawabnya dan bahwa ada lembaga pendidikan lainnya yang lebih efektif dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Oleh karena itu, pada tingkatan proses pemilihan tujuan pendidikan dan penetapan tujuan-tujuan pendidikan sekolah perlu dilakukan secara sistematis. Kalau tidak demikian, dapat terjadi tujuan-tujuan pendidikan yang ditetapkan bukan tujuan yang paling tepat dicapai melalui lembaga pendidikan lainnya.

Di dalam praktik, kurikulum yang merupakan unsure yang esensial strategis dari system pendidikan sekolah itu dilaksanakan dalam waktu yang sangat terbatas. Kurang dari 20% dari keseluruhan waktu hidup anak dalam satu minggunya berada dalam situasi pendidikan sekolah. Oleh karena itu, bila waktu yang terbatas ini tidak dimanfaatkan secara optimal akan terjadi bahwa potensi yang dimiliki sekolah tidak dapat dimanfaatkan secara optimal. Dalam kerangka pemikiran ini maka materi pendidikan yang akan disajikan perlu dipilih lingkup yang paling esensial dan paling ampuh sebagai obyek belajar untuk mencapai tujuan pendidikan yang ditetapkan. Materi kurikulum yang telah dipilih pun tidak dengan sendirinya dapat menciptakan suatu proses belajar yang bermutu tanpa disajikan dalam kerangka strategi belajar mengajar yang memadai. Tujuan yang ditetapkan, materi belajar yang dipilih, dan strategi belajar yang direncanakan belum dapat secara optimal mencapai tujuan tanpa ditunjang oleh suatu system evaluasi dan system administrasi kurikulum yang tepat guna.

Segala dimensi yang sudah dikemukakan, yaitu tujuan pendidikan, materi belajar, strategi belajar mengajar, system evaluasi, dan system administrasi pelaksanaan kurikulum, adalah bagian-bagian terpadu dari system kurikulum. Kurang efektifnya system pendidikan sebagai yang terbukti dari berbagai hasil penelitian, diperkirakan disebabkan oleh tidak ditanganinya keseluruhan system kurikulum tersebut secara sistematik, baik dalam perencanaan, pelaksanaan, dan penilaiannya.

C. Kualitas Proses Belajar Dan Mutu Hasil Belajar Adalah Indikator Strategis Dari Keberhasilan Pelaksanaan Suatu Sistem Kurikulum

Sebagian besar penelitian yang menyimpulkan tentang rendahnya mutu pendidikan menggunakan, sebagai tolak ukurnya, kemampuan para pelajar dalam mengerjakan soal atau menjawab pertanyaan yang diajukan dalam tes prestasi hasil belajar. Prestasi belajar hanyalah salah satu dari indicator dari suatu keberhasilan pelaksanaan system kurikulum pada khususnya dan system pendidikan pada umumnya. Apalagi kalau indicator itu hanya meliputi kemampuan kognitif para pelajar yang diukur dengan menggunakan tes hasil belajar bentuk obyektif. Kelemahan bentuk ini adalah ketidakmampuannya mengukur kemampuan kognitif yang menuntut kemampuan untuk mengorganisasikan secara logis dengan bahasa yang tepat, pengetahuan dan pengertiannya tentang suatu persoalan. Kelemahan lain adalah bahwa penggunaan prestasi hasil belajar yang diukur dengan tes prestasi belajar dapat membawa akibat sampingan, yaitu guru atau pelajarnya, bahkan sekolah yang akan mengutamakan latihan menjawab soal daripada melakukan proses belajar yang sesungguhnya.

Berkembangnya usaha melatih pelajar dalam bentuk bimbingan tes adalah bentuk nyata dari pengaruh sampingan dijadikannya prestasi belajar dalam pengertian kognitif sebagai satu-satunya ukuran keberhasilan. Sistem ini juga diperkirakan dapat mempengaruhi mutu kemampuan pelajar atau lulusan dalam memecahkan masalah yang baru dan komplek, kemampuan pelajar dan lulusan dalam menyajikan pikiran dalam bahasa yang terorganisasikan secara sistematis dan logis, serta kemampuan dan sikap untuk bekerja keras maupun bekerjasama. Berbagai proses belajar yang menuntut kemampuan menyelidik, kemampuan menemukan masalah, memilih cara untuk memecahkan masalah yang dihadapi, kebiasaan bekerja keras, tekun dan teratur, tidak mungkin dapat diukur dengan tes hasil belajar, apalagi yang disusun dalam bentuk obyektif.

Kiranya jelas bahwa proses belajar yang berkualitas yang akan mempengaruhi pembentukan sikap, pembentukan kebiasaan, dan kemampuan-kemampuan kognitif yang tinggi, sukar diukur dengan tes hasil belajar yang sampai sekarang lazim digunakan. Berbagai sikap modern yang dipengaruhi oleh pendidikan sekolah seperti ketelitian kerja, kesediaan untuk memasuki dunia baru, dan perasaan sanggup memanfaatkan alam, serta sikap-sikap lainnya jelas tidak dapat diukur dengan tes hasil belajar. Padahal arti pendidikan sekolah akan tampak terutama bukan pada kemampuan para lulusan dalam menjawab segala pertanyaan seperti yang lazimnya diajukan dalam tes hasil belajar, melainkan pada kebiasaan dan kemampuan bekerja, pada kemampuannya memecahkan masalah secara inovatif, pada motivasinya untuk mencapai hasil, pada rasa kemandiriannya secara pribadi, dan berbagai kemampuan, sikap dan perilaku yang justru sukar dinilai dengan tes hasil belajar, apalagi yang berbentuk obyektif. Sistem penilaian mutu pendidikan dengan semata-mata menekankan pada tes hasil belajar telah mendorong berkembangnya system sekolah. Karena itu, agar sekolah kita menjadi lembaga pendidikan yang berfungsi sebagai pusat kebudayaan di samping mutu hasil belajar, perlu diperhitungkan kualitas proses belajar sebagai indicator lainnya.

D. Sistem Evaluasi Adalah Alat Umpan Balik Dan Alat Pendidikan

Masih belum banyak ahli dan pelaksana pendidikan yang memandang evaluasi pendidikan tidak lebih dari alat umpan balik. Sistem evaluasi sebagai alat umpan balik maupun alat pendidikan adalah bahwa rendahnya mutu pendidikan di samping disebabkan oleh karena pemberian peranan yang kurang proporsional terhadap sekolah, kurang memadainya perencanaan, pelaksanaan dan pengelolaan system kurikulum, dan penggunaan prestasi hasil belajar secara kognitif sebagai satu-satunya indicator keberhasilan pendidikan, juga disebabkan karena system evaluasi tidak secara berencana didudukkan sebagai alat pendidikan dan bagian terpadu dari system kurikulum. Menerima tes dengan norma kelompok norm reference test adalah wujud tidak didudukkannya evaluasi sebagai alat pendidikan. Norm reference test yang memberikan angka berdasarkan kedudukan anak dalam kelasnya, tetapi tidak berdasarkan tingkat penguasaan tujuan pendidikan yang harus dikuasainya, menurunkan kedudukan evaluasi sebagai alat penguatan proses belajar. Menentukan nilai akhir yang dimasukkan ke dalam rapor hanya berdasarkan nilai tes terakhir juga menurunkan kedudukan evaluasi sebagai alat pendidikan, tidak lain karena pembentukan kebiasaan belajar dan bekerja secara teratur, tekun, dan terus menerus tidak diperkuat.

Penggunaan tes bentuk obyektif pada setiap saat juga dapat menurunkan evaluasi sebagai alat pendidikan, tidak lain karena penggunaan cara ini dapat mengendorkan perlunya dilaksanakan proses belajar yang berkualitas dan relevan. Mendudukkan evaluasi sebagai alat pendidikan diartikan sebagai usaha untuk meletakkan evaluasi sebagai bagian dari strategi penguatan proses belajar yang berkualitas dan relevan.

E. Peranan guru dalam system pendidikan

Guru tidak lagi sebagai penceramah dan penyaji informasi, melainkan lebih mengutamakan kemampuannya merencanakan, mengelola, dan mengawasi terjadinya proses belajar yang melibatkan partisipasi para pelajar serta dalam meningkatkan motivasi pelajar untuk belajar keras secara terus menerus. Agar dapat berperan secara demikian, guru harus menguasai materi pelajaran secara mantap, menguasai dan dapat merencanakan berbagai model pembelajaran yang relevan dengan bahan pelajaran pelajar, dan tujuan pendidikan, menguasai dan dapat menggunakan atau mengembangkan berbagai jenis dan bentuk evaluasi kemajuan belajar. Dapat menggunakan dan menafsirkan hasil evaluasi kemajuan belajar untuk kepentingan penilaian dan bimbingan belajar para pelajar, mengenal karakteristik anak didiknya baik sebagai pelajar maupun sebagai manusia yang sedang menuju kedewasaanya, dan memahami kedudukan dan peranan pendidikan sekolah dalam keseluruhan proses pembangunan masyarakat seluruhnya dan manusia seutuhnya.

F. Relevansi Secara Epistemologi, Psikologi, Dan Moral Adalah Ciri-Ciri Dari Pendidikan Yang Relevan Secara Kualitatif

Masalah relevansi telah dijadikan sasaran usaha pembaruan pendidikan sejak pelita I, tetapi sejauh ini belum jelas pengertian tentang masalah tersebut. Tampaknya relevansi sering disoroti dari segi keserasian hasil pendidikan secara kuantitatif dengan kebutuhan masyarakat akan jenis keahlian. Oleh karena itu, orang sering memandang masalah relevansi dilihat dari jenis kacamata jenis pendidikan yang direncanakan dalam hubungannya dengan masalah ketenagakerjaan. Orang akan segera mendapatkan kesan bahwa program pendidikan kita akan relevan bila dikembangkan sekolah-sekolah kejuruan, tetapi kurang dilihat seberapa jauh pendidikan kejuruan yang diselenggarakan telah berhasil melahirkan tenaga dengan kualitas kemampuan dan sikap yang diharapkan.

Masalah relevansi secara kurikuler menyangkut keserasian jenis proses belajar yang dialami para pelajar dengan suasana dan tuntutan masyarakat yang akan dimasuki mereka setelah meninggalkan lembaga pendidikan. Pembinaan manusia yang cerdas, manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, manusia yang dapat membangun dirinya dan masyarakatnya, serta manusia yang memiliki semangat kebangsaan, memerlukan suasana dan proses pendidikan yang relevan. Dalam hubungan ini sekolah sebagai lembaga bagi terjadinya proses sosialisasi dam kulturalisasi berbagai sikap dan kemampuan yang diharapkan dimiliki oleh manusia terdidik untuk dapat menjadi anggota masyarakat yang kreatif, konstruktif dan produktif.

Atas dasar pertimbangan tersebut, masalah relevansi secara kurikuler adalah masalah pengembangan kualitas proses belajar yang memungkinkan terjadinya proses sosialisasi dan kulturalisasi segala sikap dan kemampuan yang diharapkan. Ada tiga relevansi yang berhubungan dengan karakteristik dan kualitas proses belajar, yaitu relevansi epistemology, relevansi psikologi, dan relevansi moral.

Relevansi epistemology berhubungan dengan masalah bentuk komunikasi antar pelajar (orang yang belajar) dengan obyek yang dipelajari. Ditinjau dari relevansi secara epetemologi, pengetahuan yang diperoleh pelajar seharusnya tidak melalui pemberian informasi secara pasif melainkan melalui proses pemahaman tentang apa yang akan diketahui secara kritis. Melalui bentuk komunikasi antara pelajar dan pengetahuan atau lingkungan sebagai obyek belajar secara demikian, mendorong pelajar memahami secara kritis sebelum menguasai pengetahuan tersebut, daya alih untuk menggali pengetahuan baru akan lebih memungkinkan. Relevansi pada dimensi ini berhubungan dengan pentingnya pelajar menjelajahi sendiri pengetahuan yang perlu dikuasainya dan mencoba menghubungkan dengan kenyataan hidup disekitarnya.

Relevansi dimensi kedua adalah relevansi psikologi. Sesungguhnya yang kedua ini merupakan kelanjutan dari yang pertama, hanya pada dimensi ini bukan masalah bentuk komunikasi dan cara memperoleh pengetahuan, melainkan berhubungan dengan jenis aktifitas belajar. Mengingat misi utama pendidikan menurut UUD 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, masalah relevansi yang perlu ditingkatkan pun seyogyanya berhubungan dengan pengembangan proses belajar yang memungkinkan lahirnya manusia terdidik yang cerdas. Kiranya tidak ada yang menyangkal bahwa salah satu cirri manusia yang cerdas adalah berhubungan dengan kemampuan berpikir. Dan untuk melatih kemampuan berpikir, pelajar perlu selalu dihadapkan masalah-masalah yang perlu dipecahkan. Latihan menghadapi masalah yang sulit dengan demikian merupakan cirri dari pendidikan yang relevan, tidak lain karena kehidupan itu sendiri penuh dengan masalah-masalah yang sulit. Berpikir pada perkembangan selanjutnya akan menjadi alat untuk menyesuaikan diri dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. Bentuk tertinggi dari berpikir adalah penelaahan secara alamiah (scientific enquiri) . Oleh karena itu, agar pendidikan dapat menjadi relevan secara psikologis, dalam pengertian mengembangkan kemampuan berpikir, pola pendekatan keilmuan sebagai paradigma kegiatan penalaran perlu diterapkan dalam penyelenggaraan proses belajar mengajar. Jelaslah kiranya bahwa pendekatan yang memadai dalam hubungan dengan relevansi psikologis adalah pendekatan belajar aktif. Apakah relevansi kedua hal tersebut dengan makna social kependidikan atau bagi kehidupan masyarakat. Berkembangnya kemampuan berpikir dan memecahkan masalah merupakan modal yang utama untuk memberikan bekal bagi generasi muda dalam menghadapi masyarakat yang selalu berubah. Kemampuan berpikir dan kemampuan memecahkan masalah harus berlangsung dalam suatu lingkungan yang nyata. Karena itu, bila semua masalah dan pokok yang dijadikan obyek belajar berkaitan dengan kehidupan yang nyata, proses belajar akan dapat dijadikan miniature dari kehidupan masyarakat yang luas. Dengan jalan ini, barulah mungkin sekolah sebagai lembaga pendidikan, yang diharapkan menjadi tempat bagi terjadinya proses sosialisasi dan kulturalisasi dapat berlangsung.

III. PENUTUP

Peranan system pendidikan nasional sebagai sub system dari keseluruhan system sosio-kultural Negara Indonesia untuk secara sistematis dan berencana menyiapkan generasi muda menjadi generasi baru terpelajar yang memiliki kemampuan, sikap, ketrampilan dan pengetahuan, serta disiplin sehingga mampu berpartisipasi aktif dalam pembangunan nasional Negara Indonesia. Lembaga pendidikan formal sebagai bagian terpadu dari system pendidikan nasional memiliki peranan yang sangat strategis untuk secara berencana, sistematis dan sinkronistik melaksanakan peranan yang diharapkan dari system pendidikan nasional. Peningkatan peranan sekolah sebagai lembaga sosialisasi nilai dan sikap serta disiplin, baik disiplin diri maupun disiplin lingkungan dalam bentuk kualitas proses belajar dan peningkatan system evaluasi sebagai sarana pendidikan dan proses sosialisasi dipandang sebagai kepentingan nasional yang mendesak dan dapat ditingkatkannya mutu pendidikan nasional yang serasi dengan tuntutan pembangunan nasional.

Akhirnya, dengan rasa syukur Alhamdulillahirobbil ‘alamin penulisan makalah ini dapat terselesaikan. Walaupun masih banyak sekali kekurangan, harapan besar penulis adalah bisa memberikan manfaat, baik untuk diri pribadi maupun pembaca yang budiman. Untuk itu, kritikan dan masukan dari pembaca juga menjadi harapan besar penulis selanjutnya.

REFERENCE:

· William F. O’neil (2001), Ideologi Ideologi Pendidikan, Yogyakarta : Pustaka Pelajar

· Umar Hamalik (2001), Proses Belajar Mengajar, Jakarta : PT. Bumi Aksara

· Ad. Rooijakkers, (1991) MENGAJAR DENGAN SUKSES, Petunjuk untuk Merencanakan dan Menyampaikan Pengajaran, Jakarta : PT Gramedia Widiasarana

· Dr. Soedijarto, MA (1993), Menuju Pendidikan Nasional Yang Relevan dan Bermutu, Jakarta : Balai Pustaka

Tidak ada komentar: